MAKALAH SOSIOLOGI - PENGERTIAN PENGENDALIAN SOSIAL, TUJUAN, FUNGSI, POLA, SIFAT, PROSES, CARA, DAN JENIS LEMBAGA.
GROUP 1 : |
1.
Agung Mulyana
2.
Amirudin Irsyad
3.
Erika Noviana Dewi
4.
Inayah Sundari
5.
Nauval Patra Wijaya
|
PENGERTIAN
PENGENDALIAN SOSIAL, TUJUAN, FUNGSI, POLA, SIFAT, PROSES, CARA, DAN JENIS
LEMBAGA.
A. Pengertian
Pengendalian Sosial
Perlu diketahui bahwa setia masyarakat
menginginkan kehidupan yang tentram, damai, dan teratur. Dengan itulah
masyarakat perlu suatu sistem untuk mengatur semua perilaku yang menjadi tujuan
tersebut. Dalam hal ini, masyarakat perlu ada pengendalian sosial. Sebelum
berbicara jauh tentang pengendalian sosial, alangkah baiknya kita paparkan
pengertian pengendalian sosial secara sekilas. Pengendalian sosial sering
diartikan sebagai proses pengawasan dari suatu kelompok terhadap kelompok lain
dan mengajarkan, membujuk, atau memaksa individu maupun kelompok sebagai bagian
dari masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat. Berikut
pengertian pengendalian sosial menurut para ahli, antara lain :
1.
Peter L Berger
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang
digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang menyimpang
2.
Joseph Stabey
Roucek
Pengendalian sosial adalah suatu istilah
kolektif yang mengacu pada proses terencana yang didalamnya individu diajarkan,
dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup
kelompok.
3.
Horton dan Hunt
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan
proses yang ditempuh oleh sekelompok orang tua atau masyarakat sehingga para
anggotanya dapat bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat.
4.
Bruce J Cohen
Pengendalian sosial adalah cara-cara atau
metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan
kehendak-kehendak kelompok atau masyarakat tertentu.
Kesimpulan : pengendalian
sosail adalah cara atau metode yang digunakann untuk menertibkan anggotanya
yang menyimpang dari peraturan dan diharuskan menyesuaikan diri pada kebiasaan
dan nilai hdup yang ada di masyarakat.
B. Tujuan
Pengendalian Sosial
Sangat perlu
diketahui bahwa pengendalian sosial memiliki beberapa, antara lain sebagai
berikut:
1.
Agar masyarakat
mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku.
Pengendalian sosial diciptakan oleh masyarakat
menitikberatkan pada orang yang melakukan penyimpangan terhadap nilai dan norma
sehingga memaksa pelaku penyimpangan untuk patuh terhadap nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
2.
Agar tercipta
keserasian dan kenyamanan dalam masyarakat.
Pengendalian sosial juga mampu menciptakan
situasi yang tentram dalam masyarakat apabila pengendalian sosialnya
benar-benar dijalankan. Dengan adanya pengendalian sosial, biasanya pelaku
penyimpangan sosial akan jera bahkan takut akan berbuat sesuatu yang tidak
diinginkan oleh masyarakat.
3.
Agar pelaku
penyimpangan kembali mematuhi norma yang berlaku.
Adanya pengendalian sosial dalam masyarakat
diharapkan masyarakat mampu menjalankan seluruh nilai dan norma yang tertulis
maupun tidak tertulis. Apabila terdapat penyimpangan terhadap nilai dan norma
maka akan diberi sanksi. Contohnya, ketika sesorang telah melanggar aturan yang
berlaku, ia diberi sanksi (pengendalian sosial) agar kedepannya ia tidak akan
mengulangi atau akan taat pada aturan yang ada.
C. Pola
Pengendalian Sosial
Dalam masyarakat terdapat empat pola
pengendalian sosial, yaitu pengendalian kelompok terhadap kelompok,
pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya, dan pengendalian individu
terhadap individu lainnya dan pengendalian individu terhadap kelompok
1.
Pengendalian
kelompok terhadap kelompok
Pengendalian ini terjadi apabila suatu kelompok
mengawasi perilaku kelompok lain, misalnya BNN mengawasi kelompok pengguna
narkoba.
2.
Pengendalian
kelompok terhadap anggota-anggotanya
Pengendalian ini terjadi apabila suatu kelompok
menentukan perilaku anggota-anggotanya, misalnya suatu sekolah yang mencatat
siswa-siswanya yang telah melanggar aturan sekolah.
3.
Pengendalian
individu terhadap kelompok
Pengendalian ini terjadi apabila seseorang
menginginkan kelompok tersebut sesuai dengan keinginannya maupun masyarakat.
Misalnya Wali kelas yang mengawasi anak didiknya setiap hari.
4.
Pengendalian
individu terhadap individu lainnya
Pengendalian ini terjadi apabila individu
melakukan pengawasan terhadap individu lain, misalnya ayah mengawasi
anaknya.
D. Fungsi
Pengendalian Sosial
Para pelaku penyimpangan selalu bertanya, buat
apa diciptakan pengendalian sosial? karena bagi mereka hal ini hanya membuat
mereka terkekang untuk melakukan tindakan pelanggaran terhadap nilai dan norma.
Untuk itu, perlu dikatahui bahwa terdapat beberapa fungsi pengendalian sosial
dalam masyarakat yaitu:
1. Mempertebal keyakinan masyarakat terhadap norma
sosial.
2. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati
norma.
3. Mengembangkan rasa takut untuk tdk melakukan
perbuatan yg dinilai beresiko.
4.
Menciptakan
sistem hukum (aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi).
E. Sifat
Pengandalian sosial
Ada dua macam
sifat pengendalian sosial yakni :
1.
Bersifat
preventif
Pengendalian bersifat preventif adalah
tindakan yang dilakukan untuk mencegah (pencegahan) terhadap kemungkinan
terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Jadi tindakan
ini dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan. Orang yang melakukan
pengendalian sosial ini adalah orang mengetahui tentang nilai dan norma,
selanjutnya ia sosialisasikan atau bentuk penyuluhan kepada orang yang belum
medapatkan informasi tentang nilai dan norma lama maupun yang baru. Contoh :
guru (waka kesiswaan) menasehati calon siswa baru tentang nilai dan norma yang
berlaku di sekolah tersebut agar kedepannya siswa baru tidak melanggarnya.
2.
Bersifat
Represif
Pengendalian sosial yang bersifat refresif
adalah pengendalian yang bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah
terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran dengan cara memberikan sanksi
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Pengendalian ini dilakukan setelah
terjadinya penyimpangan agar pelaku tidak lagi mengulangi perbuatannya dan
mentaati nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Contoh : Waka Kesiswaan
(guru) menghukum siswa yang terlambat datang ke sekolah.
F. Proses Pengendalian Sosial
1.
Secara
Persuasif
Pengendalian sosial secara persuasif dilakukan
dengan cara lemah-lembut, membimbing atau mengajak individu untuk mematuhi atau
berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah dalam masyarakat bukan dengan cara
kekerasan. Dengan kata lain, ketika seseorang telah melakukan
penyimpangan maka sanksi yang diberikan adalah dengan rehabilitasi, dinasehati,
atau diajak untuk melakukan yang bermanfaat. Akan tetapi tidak semua
penyimpangan mampu diselesaikan dengan cara ini, karena setiap penyimpangan
memiliki cara tersendiri untuk membuat pelaku akan kembali ke nilai dan norma yang
berlaku.
2.
Secara Koersif
Ada kalanya pengendalian sosial dengan cara
koersif, artinya pengendalian sosial secara koersif dilakukan dengan kekerasan
atau paksaan. Karena penyimpangan yang telah berulang-ulang kali atau yang
telah merugikan orang banyak hendaknya dilakukan dengan paksaan. Pengendalian
sosial dengan kekerasan dibedakan menjadi dua:
1)
Kompulsi
(paksaan), artinya keadaan yang sengaja diciptakan sehingga seseorang terpaksa
menuruti atau mengubah sifatnya dan menghasilkan suatu kepatuhan yang sifatnya
tidak langsung. Contoh: diberlakukannya sanksi skorsing bagi siswa yang banyak
melanggar aturan sekolah.
2)
Pervasi
(pengisian), secara pengertian pervasi merupakan cara penanaman atau pengenalan
norma secara berulang-ulang sehingga orang akan mengubah sikapnya sesuai dengan
yang diinginkan. Contoh: pecandu narkoba dipaksa untuk berhenti dan diberi
penyuluhan berulang-ulang tentang bahaya narkoba.
G. Cara-cara
Pengendalian Sosial
Secara umum pengendalian sosial dapat dibedakan dengan dua cara yaitu :
1.
Pengendalian
Sosial secara Formal
1)
Pengendalian
sosial melalui hukuman fisik
Pengendalian sosial cara ini dilakukan oleh
lembaga-lembaga resmi atau yang diakui keberadaannya. Contohnya penembakan
pelaku teroris yang menyerang aparat kepolisian.
2)
Pengendalian
sosial melalui lembaga pendidikan
Pendidikan merupakan pengendalian sosial secara
terencana dan berkesinambungan agar terjadi perubahan-perubahan positif dalam
perilaku seseorang. Dengan hal itu, diharapkan perilaku tersebut tidak
menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
3)
Pengendalian
sosial melalui ajaran agama
Setiap pemeluk agama akan berusaha sedapat
mungkin menjalankan ajaran agamanya tersebut dalam tingkah lakunya sehari-hari.
Ajaran agama mempunyai sanksi mutlak. Hal ini membuat ajaran agama sebagai
media pengendalian sosial yang cukup besar pengaruhnya dalam menjaga stabilitas
masyarakat.
2.
Pengendalian
Sosial secara Informal
Sedangkan pengendalian sosial secara informal dapat dilakukan melalui enam cara :
Sedangkan pengendalian sosial secara informal dapat dilakukan melalui enam cara :
1)
Cemoohan
Cemoohan adalah tindakan membicarakan seseorang
dengan menggunakan kata-kata kiasan, perumpamaan, atau kata-kata yang berlebihan
serta bermakna negatif.
2)
Desas-desus
(gosip)
Desas-desus adalah berita yang menyebar secara
cepat dan tidak berdasarkan fakta atau bukti-bukti kuat.
3)
Ostrasisme
(pengucilan)
Ostrasisme adalah suatu tindakan pemutusan
hubungan sosial dari sekelompok orang terhadap seorang anggota masyarakat.
4)
Fraundulens
Fraundulens merupakan bentuk pengendalian
sosial yang umumnya terdapa pada anak kecil. Misalnya, A bertengkar dengan B.
Jika si A lebih kecil dari B, maka si A mengancam bahwa dia mempunyai kakak
yang berani yang dapat mengalahkan B.
5)
Teguran
Teguran merupakan cara pengendalian sosial
melalui perkataan atau tulisan secara langsung. Teguran dilakukan agar pelaku
perilaku menyimpang segera menyadari kekeliruannya dan memperbaiki dirinya.
6)
Intimidasi
Intimidasi merupakan cara pengendalian sosial
yang dilakukan dengan paksaan, biasanya dengan cara mengancam atau
menakut-nakuti. Aparat penegak hukum sering menggunakan cara ini untuk mengorek
keterangan dari orang yang dimintai keterangannya.
H. Jenis-jenis
Lembaga Pengendalian Sosial
Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa lembaga
pengendalian sosial dalam masyarakat tidak hanya di Kepolisian. Masih banyak
lagi lembaga pengendalian sosial di masyarakat bisa menyelesaikan beberapa
masalah penyimpangan atau pelanggaran baik di lembaga formal maupun non-formal
seperti :
1. Lembaga kepolisian
- Polisi merupakan aparat resmi pemerintah untuk menertibkan keamanan. Tugas-tugas polisi, antara lain memelihara ketertiban masyarakat, menjaga dan menahan setiap anggota masyarakat yang dituduh dan dicurigai melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat, misalnya pencuri, perampok dan pembunuh.
2.
Pengadilan
- Pengadilan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah untuk menangani perselisihan atau pelanggaran kaidah di dalam masyarakat. Pengadilan memiliki unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain. Unsur-nsur yang saling berhubungan dengan pengadilan adalah hakim, jaksa dan pengacara. Dalam proses persidangan, jaksa bertugas menuntut pelaku untuk dijatuhi hukuman sesuai peraturan yanag berlaku. Hakim bertugas menetapkan dan menjatuhkan putusan berdasarkan data dan keterangan resmi yang diungkapkan di persidangan. Pengacara atau pembela bertugas mendampingi pelaku dalam memberikan pembelaan.
3. Tokoh adat
- Tokoh adat adalah pihak yang berperan menegakkan aturan adat. Peranan tokoh adat adalah sangat penting dalam pengendalian sosial. Tokoh adat berperan dalam membina dan mengendalikan sikap dan tingkah laku warga masyarakat agar sesuai dengan ketentuan adat.
4. Tokoh agama
- Tokoh agama adalah orang yang memiliki pemahaman luas tentang agama dan menjalankan pengaruhnya sesuai dengan pemahaman tersebut. Pengendalian yang dilakukan tokoh agama terutama ditujukan untuk menentang perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma agama.
5.
Tokoh
masyarakat
- Tokoh masyarakat adalah setiap orang yang memiliki pengaruh besar, dihormati, dan disegani dalam suatu masyarakat karena aktivitasnya, kecakapannya dan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya.
I.
CONTOH
PENGENDALIAN SOSIAL DILINGKUNGAN MASYARAKAT
1.
Pembuangan sampah sembarangan (Secara Persuasif)
2.
Pembuangan sampah sembarangan (Secara Koersif)
3.
Secara koersif
J. AKIBAT TIDAK BERFUNGSINYA LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL .
Apabila lembaga pengendalian sosial
tidak berfungsi,, maka di dalam masyarakat akan terjadi suatu kesemrawutan dan
ketidakpastian. Hal tersebut akan mengarah pada suatu perkembangan untuk
berlakunya hukum rimba, artinya siapa yang kuat secara fisik dan ekonomi serta
secara politis akan menjadi penguasa di dalam masyarakat. selanjutnya keadaan
ini akan menghasilkan komersialisasi hukum, dan yang menjadi korban adalah
rakyat.
Bentuk – bentuk nyata kejadian dalam
masyarakat yang merupakan akibat langsung dari tidak berfungsinya lembaga –
lembaga pengendalian sosial adalah sebagai berikut :
- Tidak adanya kepastian hukum.
- Kepentingan masyarakat sulit untuk dipenuhi.
- Sering terjadi konflik, terutama konflik yang kepentingan yang berlatang belakang pada hakekat hidup manusia, perbedaan ideology, perbedaan budaya serta perbedaan ras.
- Munculnya komersialisasi hukum, jabatan, dan kekuasaan.
- Muunculnya sindikat – sindikat kejahatan yang mempunyai kepentingan khusus.
K. MACAM-MACAM KEJAHATAN YANG TIMBUL KARENA LEMAHNYA
PENGENDALIAN SOSIAL
1.
Kejahatan tanpa
korban (crimes without victims), anatara lain meliputi perbuatan seperti
berjudi, penyalahgunaan obat bius, bermabuk-mabukan.
Meskipun tidak membawa korban, perbuatan demikian digolongkan sebagai kejahatan
karena dianggap sebagai perbuatan tercela oleh masyarakat. Walaupun demikian,
ahli sosiologi tersebut mengatakan bahwa perbuatan tersebut kemungkinan membawa
korban, misalnya pemabuk yang membawa cedera orang lain dan laki-laki atau pekerja sex sering menularkan penyakit
kelamin bahkan AIDS.
2.
Minum-Minuman Keras
Minum-Minuman Keras merupakan perbuatan yang
memabukkan dan termasuk melanggar norma agama. Orang yang minum-minuman keras yang berlebihan kadang-kadang tidak
dapat mengendalikan diri karena perilakunya dilakukan dengan tidak sadar.
Perilaku demikian menyebabkan timbulnya perbuatan - perbuatan yang tidak sesuai dengan norma - norma yang berlaku dimasyarakat.
3.
Penggunaan Narkotika
Penyalahgunaan narkoba merupakan perbuatan yang sia-sia dan tidak membawa manfaat sama sekali. Orang
yang menggunakan narkoba sama saja merusak tubuhnya sendiri, bahkan sarafnya
akan terganggu. Pecandu narkoba akan melakukan apapun, termasuk melanggar hukum
untuk memperoleh narkoba bila sudah kecanduan dan menarik diri dari pergaulan,
serta tenggelam dalam alam khayalan dan halusinasi. Oleh karena itu, jangan
pernah mencoba memakai narkoba.
4. Kejahatan terorganisasi
(organized crime), yaitu komplotan berkesinambungan untuk memperoleh uang atau
kekuaan dengan jalan menghindari hukum melalui rasa takut atau korupsi.
Monopoli secara tidak sah atas jasa tertentu, pemutaran uang hasil kejahatan
dalam bentuk saham, dan penyediaan barang dan jasa secara melanggar hukum.
5. Kejahatan
terorganisasi transnasional (transnational organized crime), yaitu kejahatan
terorganisasi yang melampaui batas negara yang dilakukan oleh organisasi -organisasi dengan jaringan global. Menurt dokumen
kantor PBB untuk Pengendalian Zat dan Pencegahan dan Kejahatan (UNODCCP),
kejahatan ini terdiri atas penyelundupan senjata dan mesiu, perdagangan obat
terlarang dan bahan nuklir, penggunaan uang hasil ilegal, perdagangan perempuan
di untuk tujuan pelacuran, dan penyelundupan pekerja asing ke suatu negara.
6. Kejahatan kerah putih (white colar crime), yaitu suatu
konsep yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang berstatus tinggi dalam
rangka pekerjaanya. Misalnya, penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan
dan penipuan.
7. Kejahatan atas nama organisasi formal (corporate
crime), yaitu kejahatn yang dilakukan atas nama organisasi formal dengan tujuan
menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misalnya, kejahatan oleh perusahaan
terhadap karyawan pabrik industri kimia karena tidak memberikan alat
pelindungan yang memadai sehingga karyawan menghirup gas beracun yang
menyebabkan kesehatan karyawan tergangu.
K. UPAYA-UPAYA MENGATASI TIDAK BERFUNGSINYA LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL
Ä Memperbaiki perangkat-perangkat umum,
seperti Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan peraturan-peraturan
pelaksana lainnya.
Ä Melakukan revitalisasi aparat penegak
hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Yang dimaksud dengan
revitalisasi yaitu bisa dilakukan dengan penggantian, pembinaan serta
pengawasan-pengawasan yang lebih intensif terhadap semua
bentuk kegiatan hukum.
Ä Melakukan usaha -usaha pembudayaan
tertib sosial yang didalamnya terdapat kepatuhan terhadap norma kesusilaan,
kesopanan, adat, norma agama dan norma hukum. Dengan demikian, tertib sosial
didalam masyarakat kita berangsur-angsur akan membaik sesuai dengan harapan
kita bersama.
Komentar
Posting Komentar